Wednesday 12 December 2012

Gelar Pahlawan Nasional Bung Karno Hapuskan Stigma Negatif


Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden pertama RI Soekarno diharapkan mengakhiri stigma negatif yang sempat melekat dirinya melakukan pengkhianatan kepada negara.

Oleh karena itu, diperlukan pendidikan dan komunikasi publik kepada seluruh anak bangsa untuk membersihkan asumsi Bung Karno pernah bersalah.

Hal ini mengemuka dalam Seminar "Kedudukan Juridis dan Politis TAP MPRS No XXXIII tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno," di Gedung MPR, Selasa (11/12).

Tampil sebagai pembicara Jimly Assidiqi, Sri Edi Swasono, Hajrianto Tohari dan Peter Kasenda. Sekretaris FPDIP MPR Achmad Basarah menjadi moderator.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR-RI Yasonna Laoly kemudian menegaskan, tidak ada lagi perdebatan soal keterlibatan Bung Karno menghianati negara.

"Sulit dipahami Bung Karno melakukan penghianatan kepada negara yang dilahirkannya sendiri. Dengan pemberian gelar pahlawan nasional, stigma negatif itu dihapuskan," ucap Laoly.

"Pemberian gelar itu bisa menyudahi pro kontra kedudukan yuridis dan politis TAP MPR No XXXIII," lanjut Laoly.

Jimly Asshiddiqie menambahkan, diperlukan upaya pemasyarakatan kepada masyarakat luas melalui pendidikan dan komunikasi publik bahwa persoalan sejarah bangsa mengenai Bung Karno sudah selesai. Apalagi, Presiden SBY telah menyampaikan pidato khusus terkait penganugrahan gelar itu pada 7 November 2012 lalu.

"Sayangnya, Presiden tidak secara eksplisit berupaya untuk mengemukakan penegasan sikapnya terhadap TAP MPR itu. Padahal, ini penting sebagai petunjuk arah bagi upaya pendidikan politik yang lebih luas bahwa masalah Bung Karno dan ketetapan MPRS itu memang sudah selesai," papar Jimly.

"Hendaknya semua kekuatan bangsa dapat meneladani semua nilai perjuangan dan kepahlawanan Bung Karno. Apalagi, bagi generasi sekarang yang sedang mengalami krisis kepemimpinan dan keteladanan. Kepahlawanan Bung Karno dapat dihidupkan kembali sebagi sumber inspirasi bagi semua," lanjut Jimly.
Menurut ketentuan Undang-Undang No. 20 Tahun 2009, persyaratan seseorang untuk dianugrahi gelar Pahlawan Nasional tidak boleh cacat secara hukum.

Menurut Jimly, dengan dianugrahkannya gelar itu, maka segala asumsi yang terdapat dalam Bab II Pasal 6 TAP MPRS itu yang menyatakan,"menetapkan, penyelesaian persoalan hukum selanjutnya yang menyangkut Dr. Ir. Soekarno, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, menyerahkan pelaksanaannya kepada Pejabat Presiden" dengan sendirinya dianggap tidak ada lagi.

Achmad Basarah menegaskan keluarga besar Bung Karno selama 44 tahun mengalami tekanan psikologis dan traumatik atas adanya ketetapan MPRS itu. Namun dengan adanya pemberian gelar pahlawan nasional sangat melegakan khususnya bagi keluarga besar Bung Karno.

"Andai saja ada permintaan maaf dari Presiden SBY dalam pidato pemberian gelar itu akan lebih baik lagi," katanya.

sumber

No comments:

Post a Comment