Saturday 24 March 2012

Prancis Diguncang Pembenci Yahudi


Toulouse – Tragedi penembakan yang melanda Kota Toulouse di Prancis, tak hanya sekadar tindakan kriminal biasa. Pelaku adalah teroris yang memang berniat mengguncang negara itu.

Ketegangan selama 32 jam terjadi di luar sebuah apartemen di Kota Toulouse, di tempat tinggal tersangka, Mohammed Merah. Mulanya, ia berkata hendak menyerahkan diri. Namun, ia malah bersitegang dengan polisi yang akhirnya terpaksa menembak mati dirinya.

Rakyat Prancis bertanya-tanya, bagaimana pemuda fanatik berusia 24 yang telah menewaskan tujuh orang itu bisa seenaknya berkeliaran menghirup udara bebas. Tekanan kini dihadapi aparat Prancis, yang dinilai seharusnya bisa mencegah hal ini terjadi.

Hal ini disebabkan pemuda Prancis-Aljazair ini memang sudah dicurigai. Merah dan kakaknya, Abdelkader, sudah dicurigai atas tewasnya seorang serdadu, dua pekan lalu. Dua bersaudara anggota kelompok ekstremis ini tak ditangkap. Sebab, polisi Prancis menyatakan kelompok mereka tak berbahaya.

Polisi baru bertindak setelah dua serdadu, seorang rabbi dan tiga anak tewas ditembak mati oleh Merah. Media mengecam aparat Prancis dan menganggapnya gagal melihat petunjuk-petunjuk dan menanggapi sebuah ancaman serius. Apalagi, Merah berada di watch list aparat sejak 2008.

Pemuda ini diawasi karena ia dipenjara di Afghanistan pada 2007, atas tuduhan ikut membantu mendirikan pabrik bom. Ia juga berada di daftar larangan memasuki Amerika Serikat (AS) dan diketahui ikut menghadiri kamp pelatihan kelompok Al Qaeda di perbatasan Pakistan-Afghanistan.

Polisi Prancis membebaskan Merah yang sempat ditahan karena menculik seorang pria serta berkeliling di daerah tempat tinggalnya sambil membawa pedang dan berteriak “Al Qaeda!” Intelijen Prancis saja sudah memperingatkan, Merah akan pergi ke pertemuan aktivis.

Dua pekan sebelum ia melakukan penembakan yang salah satu sasarannya adalah sekolah Yahudi, ia dipanggil pengadilan karena pelanggaran lalu lintas ringan. Ia dibebaskan agar bisa mengajukan banding. Sementara saudaranya, saat ini dipenjara karena diduga membantu Merah.

Perdana Menteri (PM) Prancis Francois Fillon menyatakan, aparat memang tak menganggap Merah akan menjadi seseorang yang berbahaya, meski catatan kriminalnya cukup panjang. Termasuk diantaranya, kenaggotaan Merah pada kelompok ultra-konservatif Salafist.

“Kita sebaiknya tidak mencampur fundamentalis keagamaan dengan terorisme, meski kedua hal ini memang ada hubungannya,” papar Fillon, yang menyatakan pemerintah juga sedang menggodok RUU antiterorisme yang diperkirakan akan kelar dalam waktu dua pekan.

Kritik terus mengalir ke pemerintah Prancis, terutama setelah kelompok yang terhubung dengan Al Qaeda, Jund Al Khilafah, mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, beberapa jam setelah Merah tewas di tangan ratusan aparat yang mengepungnya.

Kelompok ini menyatakan, Merah membalaskan dendam mereka atas tindakan Prancis terhadap Islam. Hal ini kemungkinan besar terkait dengan UU hijab yang diresmikan Prancis, bahwa muslimah tak boleh mengenakannya di tempat umum. Hijab yang dimaksud adalah cadar.

Merah tewas seperti caranya membunuh para korbannya, yakni tembakan tunggal di kepala. Aparat menyatakan, ia menembaki polisi dengan membabi buta sesaat sebelum ditembak mati di apartemennya.

Killing spreeala Merah dimulai sejak 11 Maret lalu. Ia memfilmkan semua pembunuhan tersebut dan mengunggah videonya. Saat pembunuhan pertama, Merah berkata, “Kau membunuh saudaraku, maka aku bunuh kamu.” Selanjutnya, ia berteriak “Allahu Akbar” saat membunuh para korbannya.

INILAH.COM

No comments:

Post a Comment