Friday, 12 August 2011

MITOS PULAU JAWA


Pulau Jawa adalah satu daerah penuh dengan legenda, kekuatan gaib dan mistis serta kepercayaan manusia tentang hantu-hantu, roh-roh leluhur, mahluk halus dan sebagainya. Laporan ini adalah satu pemeriksaan ke dalam dunia gaib yang berada di Jawa terutama kepercayaan manusia Jawa terhadap gunung-gunung. Saya dulu menjadi tertarik dalam topik ini waktu saya naik sampai puncak Gunung Merapi pada bulan Oktober tahun 1999. Kemudian waktu saya baru datang di Malang saya berjalan ke Gunung Bromo di daerah Tengger. Waktu saya sedang naik Gunung Bromo tersebut saya melihat keindahan dan kekuatan gunungnya hingga membuat saya merasa terpesona. Dari pengalaman itu saya kemudian ingin tahu lebih banyak hingga kalau saya bisa merasa terpesona dari gunungnya, bagaimana perasaan masyarakat setempat dan peran yang ada pada gunungnya dalam sistim kepercayaan masyarakatnya. Sejak waktu itu saya hanya memikirkan tentang hal-hal gaib untuk memeriksa aktivitas para mahluk halus, terutama memeriksa hubungan dunia manusia dengan dunia gaib.


   Walaupun fokus topik saya adalah kepercayaan manusia terhadap gunung, penelitian ini tidak hanya tentang legenda atau upacara tradisional tetapi juga mengarahkan saya kepada bidang-bidang yang lain. Bidang-bidang tersebut termasuk kosmologi dan pemandangan dunia masyarakat Jawa, agama Islam, agama Hindu-Budha, kepercayaan animisme serta kepercayan masyarakat Jawa terhadap dunia akhirat. Dalam bab II laporan ini saya berbicara tentang agama di Jawa saat ini dan latar belakang mengenai kepercayaan manusia dan gunung-gunung. Walaupun kebanyak orang di Jawa beragama Islam, agama Islam yang dilakukan di Jawa berada perbedaan dari agama Islam ortodoks yang dilakukan di daerah Timur Tengah. Agama Islam yang dilakukan di Jawa juga punya unsur-unsur yang lain, yaitu kepercayaan animisme dari zaman prasejarah serta agama Hindu-Budha dari zaman kerajaan Hindu-Budha. Mengenai pemeriksaan saya ke dalam kepercayaan masyarakat terhadap gunung, itu perlu untuk saya berbicara tentang dua unsur terakhir yaitu kepercayaan animisme dan agama Hindu-Budha. Agama Hindu-Budha menguasai pulau Jawa selama delapan abad, abad 8 sampai abad 16. Orang beragama Hindu percaya dalam Gunung Meru sebagai rumahnya para dewa-dewa serta gunungnya melambangkan hubungan diantara dunia manusia (bumi) dan Kayangan atau dunia para dewa-dewa. Kepercayaan tersebut memang pengaruhi kepercayaan masyarakat Jawa mengenai gunung. Orang Jawa percaya gunung adalah tempat sakral dan biasanya didiami oleh mahluk halus, roh-roh leluhur atau dewa. Selain unsur agama Hindu-Budha, manusia Jawa juga punya kepercayaan bahwa tempat-tempat atau obyek punya semangat diri sendiri. Kepercayaan manusia seperti di atas adalah kepercayaan animisme dan termasuk kepercayaan tentang mahluk halus, roh-roh leluhur atau hantu-hantu yang mendiami macam-macam tempat. Kedua unsur di atas dicampurkan dengan agama Islam dan masih ada sampai saat ini.


   Salah satu masalah dengan penelitian lapangan saya semester ini adalah bahwa setiap daerah di Jawa berada kepercayaan manusia diri sendiri terhadap gunung di daerahnya. Oleh karena itu saya memfokuskan penelitian saya di dalam dua daerah. Daerah penelitian yang pertama adalah daerah Tengger yang termasuk Gunung Mahameru serta Gunung Bromo. Saya tinggal di daerah Tengger tersebut selama tiga minggu pada bulan Maret tahun 2000. Sementara di daerah itu saya melakukan wawancara dengan orang dukun dan berbicara dengan penduduk daerah Tengger serta orang non-Tengger yang datang ke daerahnya. Selain wawancara dan pembicaraan dengan penduduk daerah Tengger saya juga membaca banyak buku latar belakang yang saya pakai untuk menyiapkan laporan saya.


   Pada zaman kerajaan Hindu-Budha daerah Tengger dipakai sebagai tempat semedi dan untuk menghormati dewa Brama, yaitu dewa api serta dewa arah selatan dalam kosmologi Hindu. Orang Tengger beragama Hindu dan Gunung Bormo adalah gunung paling penting untuk orangnya, juga gunungnya mendapat namanya dari dewa Brama. Mengenai kepercayaan manusia Tengger terhadap gunung dulu saya menemukan cerita dari para dukun tentang Legenda Kasada serta Upacara Kasada. Legenda Kasada itu adalah cerita mengenai asal usul cikal bakal manusia Tengger dan hubungan mereka dengan mahluk halus Gunung Bromo. Dalam legenda itu satu nenek moyang Tengger bernama ‘Dewa Kusuma’ mengkorbankan jiwanya untuk kemakmuran anak cucunya. Akibatnya dari legendanya adalah perjanjian diantara manusia Tengger dan Dewa Kusuma untuk memberi sesajian setiap satu tahun sekali di Gunung Bromo. Perjanjian itu berbentuk Upacara Kasada yang dilakukan setaip pada tanggal 14 bulan Kasada dalam ketanggalan Tengger.


   Selain legenda Kasada dan upacaranya saya juga menemukan kosmologi manusia Tengger yang menanggap Gunung Bromo sebagai tengah alam semesta serta perlabuhan kosmologinya. Selamatan orang Tengger selalu dilakuakan berhadap Gunung Bromo atau ke arah selatan. Ada teori bahwa perbedaan itu muncul dari kosmologi manusia Tengger pada zaman dulu yang percaya dari desanya selau berada Gunung Bromo ke selatan menurut kosmologi Hindu. Perbedaan muncul dari waktu orang Tengger mulai memakai sistim mata angin yang sama dengan orang Jawa yang lain. Selain itu di dalam desa-desa Tengger yang terpisah ada kepercayaan manusia tentang dunia akhirat yang termasuk Gunung Mahameru dan Gunung Bromo. Gunung di daerah Tengger tidak hanya penting untuk orang Tengger, juga untuk orang non-Tengger punya kepercayan tersendiri. Ada penduduk daerah lebih rendah yang menghormati mahluk halus yang menjaga sumber mata airnya serta orang daerah lainnya yang mau mendengar suara tuhan.


   Setelah saya selesai meneliti daerah Tengger saya pindah sampai daerah penelitian  kedua saya, yaitu daerah Gunung Merapi. Saya meneliti di dalam daerahnya selama empat minggu pada bulan April tahun 2000. Daerah Gunung Merapi dipilih sebagai daerah perbandingan terhadap Daerah Tengger, karena dua daerah beragama dan bersejarah yang berbeda. Daerah Tengger di atas orang beragama Hindu-Budha serta di Daerah Gunung Merapi orang beragama Islam dan bersejarah Kerajaan Mataram. Gunung Merapi adalah salah satu gunung berapi paling aktif di kepulauan Indonesia. Oleh karena itu menurut penduduk daerahnya, Gunung Merapi adalah pemberi dan pengambil yaitu memberi pupuk dari letusan gunungnya yang penting untuk kehidupan manusia dan juga letusan yang sama sudah mematikan ribuan jiwa sepanjang sejarah letusannya.


   Kepercayaan serta kosmologi manusia Gunung Merapi didasarkan dalam Legenda Kyai Sapujagad. Cerita legenda itu terjadi pada waktu Kerajaan Mataram kedua muncul dan mengambarkan hubungan pendiri kerajannya yaitu ‘Panembahan Senopati’ dengan dunia gaib. Kosmologi manusia Daerah Gunung Merapi terdiri dari lima bagian yaitu Kraton Mataram Yogyakarta di tengah yang berada di dunia manusia dan Kraton Mahluk Halus Gunung Merapi ke utara, Kraton Laut Selatan ke selatan, Gunung Lawu ke timur dan Khayangan, Dlephi ke barat yang berada dalam dunia gaib. Akibatnya dari Legenda Kyai Sapujagad adalah perjanjian bahwa Kraton Mataram Yogyakarta bertanggungjawab untuk memberi sesajian kepada para mahluk halus di empat tempat yang lain dalam kosmologi manusia. Dalam kembalinya rakyatnya akan dilindungi oleh para mahluk halus tersebut. Perjanjian itu berbentuk Upacara Labuhan yang dilakukan setiap tahun sekali dan mulai pada tanggal 25 bulan Bakdamulud di Laut Selatan.


   Kraton Mahluk Halus Merapi di dalam kosmologi Kraton Yogyakarta dipercayai oleh penduduk dipimpin oleh mahluk halus bernama ‘Empu Rama’ dan ‘Permadi’ dan menurut orang yang lain oleh ‘Kyai Merlapa. Selain pemimpin di dalam kratonnya penduduk juga percaya dalam macam-macam tokoh lain yang mendiami kraton itu. Kepercayaan manusia tentang Kraton Mahluk Halus Merapi tidak hanya dipercayai oleh Kraton Yogyakarta tetapi juga memperluas sampai  rakyat desa-desa di lereng gunungnya. Rakyat tersebut punya kepercayaan tentang dunia akhirat. Menurut mereka waktu manusia meninggal rohnya akan mendiami tempat-tempat yang tergantung pada perlakuan hidupnya. Kalau orang waktu manusia melakukan hidupnya yang baik, rohnya akan tinggal di dalam Kraton Mahluk Halus Merapi atau Kraton laut Selatan. Sebaliknya kalau orang waktu manusia melakukan hidupnya yang tidak baik, rohnya akan dibuang dari kratonnya dan mendiami batu, pohon, tempat sepi dan sebagainya. Selain kepercayaan dunia akhirat itu manusia Gunung Merapi juga punya kepercayaan mengenai  tempat-tempat angker serta binatang-binatang sakral di daerahnya.


   Menurut kepercayaan penduduk daerah Gunung Merapi kalau gunungnya akan meletus 
mahluk halus Kraton Merapi akan memberikan tanda kepada manusia. Biasanya tanda itu dalam bentuk mimpi yang termia oleh para dukun atau ‘juru kunci’ Gunung Merapi. Saat ini ada ramalan bahwa Gunung Merapi sedang menjadi aktif lagi, menurut para paranormal dan para dukun. Ramalan itu didasarkan dalam rasionil bahwa manusia akan kena kemarahan para mahluk halus karena keadaan politik dan manusia di Indonesia pada saat ini. Walaupun menurut Direktorat Vulkanologi di Yogyakarta Gunung Merapi masih sedang tidur selama dua tahun sekarang. Kalau Gunung Merapi akan meletus tahun 2000 ini atau tidak, kami harus tunggu saja.


   Dari dua daerah yang saya melakukan penelitian lapangan semester ini saya menemukan beberapa persamaan dan hanya sedikit saja perbedaan. Walaupun kepercayaan manusia di dalam kedua daerah penelitian memang adalah kepercayaan berbeda, kepercayaannya didasarkan dalam asal usul yang sama. Dalam pemeriksaan saya ke dalam asal usulnya saya menemukan tiga unsur yang bersama. Semua legenda dan upacara didasarkan dan disah dalam sejarah, yaitu Daerah Tengger bersejarah kerajaan Majapahit dan Daerah Gunung Merapi bersejarah kerajaan Mataram kedua. Lagi pulau kebanyakan kepercayaan manusia terhapap gunung berunsur agama Hindu-Budha dari zaman kerajaan Hindu-Budha atau kepercayaan animisme dari zaman prasejarah. Kalau orang Jawa beragama Islam, Kristen atau agama yang lain biasanya mereka juga punya kepercayan yang berasal Jawa. Dalam kepercayaan manusia berasal Jawa tersebut gunung-gunung memang berperan yang sangat penting
Rakyat Jawa tidak dapat memisahkan diri dari tanah dan lingkungannya. Pulau Jawa adalah pulau yang paling padat penduduknya di dunia dan semua penduduk tersebut tinggal di suatu daerah yang berada  banyak gunung-gunung berapi yang aktif. Kekuatan pada gunung-gunung berapi tersebut sering dialami oleh manusia Jawa, kekuatannya berbentuk letusan keras yang dapat menghancurkan desa-desa dan kebun-kebun rakyat maupun mengorbankan ribuan jiwa manusia. Selanjutnya bencana letusan tersebut juga dapat menimbulkan bencana yang hebat dengan laut yang mengalami gelombang besar yang mengakibatkan banjir dan menghancurkan desa-desa di daerah pantai. Sebaliknya dari  letusan itu dapat pula menjadi sumber pupuk bagi kehidupan rakyat Jawa. Maka dari itu kekuatan gunung berapi sangat mempengaruhi untuk semua aspek kehidupan di Palau Jawa, dari pupuknya tersebut dapat dimanfaatkan oleh para petani dan dapat menikmati pemandangannya untuk seluruh dunia.


   Pulau Jawa memiliki luas tanah 132.000 km² dan mempunyai jumlah penduduk lebih dari 115 juta orang. Maka pulau Jawa adalah pulau yang paling padat penduduknya di dunia dengan kepadatan penduduknya rata-rata 850 orang setiap km². Di daerah Jawa ada empat kota yang berpenduduk lebih dari satu juta orang dan memiliki tanah yang kaya akan pupuk di Jawa Tengah yang kepadatan penduduknya mencapai 2000 orang setiap km². Gunung Berapi di Jawa berbentuk garis yang sepanjang pulaunya mengarah pada barat-timur dan ini adalah daerah yang paling aktif di daerah Pasifik ‘Ring of Fire’. Dapat di lihat pada gambar 1.1 di bawah ini untuk letak pokok Gunung Berapi di Jawa. Beberapa  Gunung Berapi di bawah ini, yang letaknya dekat dengan pulau Jawa dan masih aktif sekali,yaitu Gunung Krakatau di Selat Sunda  ke Barat dari Jawa, Gunung Merapi di Jawa Tengah, Gunung Kelud, Gunung Bromo, Gunung Semeru yang ada di Jawa Timur, dan sebagainya. Selain itu daerah tersebut  memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi dan juga ada banyak gunung berapi yang masih aktif  dan dapat mengakibatkan bencana bagi manusia. 

  Di kepulauan Indonesia ada 129 gunung berapi yang aktif dan ada 79 gunung yang meletus sejak abad 16. Pada tahun 1883, Gunung Krakatau menjadi aktif lagi setelah waktu yang lama tidak aktif. Setelah dua bulan keaktifannya yaitu pada tanggal 26 Agustus tahun itu, Gunung Krakatau meletus dan bunyi letusannya yang keras dapat didengar dari negara Birma sampai Australia. Awan panas yang dimuntahkannya mencapai ketinggian hingga 26 km dan ada gelombang besar dengan ketinggian 10 meter di atas permukaan pantai Jawa Barat dan Samudra Timur hingga menghancurkan desa-desa di daerah tersebut. Pada kejadian itu mengakibatkan korban jiwa kurang lebih 35000 jiwa. Ini adalah bencana terburuk bagi masyarakat Jawa dalam sepanjang sejarahnya. Pada tahun 1930 Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus hingga mengakibatkan korban jiwa  tewas sebanyak 1369 jiwa. Pada tahun 1919 Gunung Kelud meletus  mengakibatkan 5000 korban jiwa tewas. Letusan keras lain pada abad 16 yaitu Gunung Tembara pad tahun 1815, Gunung Agung pada tahun 1963 dan Gunung Galunggung pada tahun 1982. Gunung berapi sangat berperan bagi kehidupan masyarakat Jawa sebagai pemberi kehidupan  dengan adanya kesuburan tanah yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk maupun pemanfaatan hasil dari letusan tersebut.
Pada saat di dua daerah penelitian yaitu daerah Gunung Merapi dan daerah Tengger untuk mendapat informasi saya melakukan wawancara semi-formal dan mengadakan pembicaraan secara tidak formal. Dalam penelitian ini, saya harus mencari informasi yang ingin saya dapatkan, yaitu tentang legenda, cerita rakyat, upacara tradisional dan kepercayaan manusia lainnya yang berhubungan dengan gunung. Dalam hal ini saya memilih metode yang paling efektif untuk mendapatkan informasi yaitu dengan mengadakan wawancara semi-formal dan pembicaraan umum. Saya tidak memakai metode pengumpulan data kuesioner,  karena jenisnya informasi dan responden-responden yaitu orang petani dan orang spiritualis. Saya menganggap kuisioner sebagai metode yang kurang efektif. Pendekatan saya pada topik wawancara ini adalah dengan cara mewawancarai lebih dulu beberapa orang yang ahli atau yang lebih mengerti pada topik ini kemudian menanyakan tentang topik penelitian saya. Mengenai waktu yang saya ambil untuk mewawancarai, saya harus menanyakan kepada orang yang saya wawancarai untuk memberikan waktu luangnya. 


   Untuk daerah penelitian Gunung Merapi terlebih dahulu saya mewawancarai Pak Saptoto yaitu seorang seniman Yogyakarta. Untuk legenda Gunung Merapi yang mengisahkan tentang Kraton Mataram di Yogyakarta, saya dapat mewawancarai wakil dari Kraton Yogyakarta yaitu Ibu Agustina, dimana Beliau yang mengetahui tentang legenda Gunung Merapi dan hubungannya dengan Kraton Yogyakarta,  kemudian menyarankan kepada saya untuk mewawancarai juga ‘juru kunci’ Gunung Merapi yaitu Bapak Marijan yang mana beliau juga dipercaya oleh Kraton Yogyakarta untuk menjaga kebersihan Gunung Merapi. Selain wawancara secara formal dengan ‘juru kunci’, saya juga berbicara secara tidak formal dengan warga di daerah itu, masyarakat Yogyakarta dan juga dari Direktorat Vulkanologi yaitu dengan Dr.A. Ratdomopurbo. Di daerah ini saya mengalami tiga permasalahan pada wawancara saya. Masalah pertama yaitu seringkali pada legenda atau cerita rakyat ada banyak versi yang berbeda, maka dari itu saya mengalami sedikit kesulitan untuk menemukan versi yang lengkap dan sama. Masalah yang kedua adalah seringkalinya orang-orang memakai nama-nama yang berbeda pada tokoh cerita tersebut. Dan masalah yang ketiga adalah kesulitan pada bahasa yang dipakai oleh orang yang saya wawancarai, terutama di daerah Yogyakarta yang dekat dengan Kraton selalu memakai bahasa Jawa ‘Kromo Inggil’ yang sedikit sulit untuk saya terjemahkan.


   Pada daerah penelitian di Tengger lebih dulu saya menemui Bapak Tris yaitu penduduk desa Ranupani yang juga dosen IKIP Malang. Selain itu Bapak Tris juga menyarankan saya untuk mewawancarai Bapak Soedja`i dimana Beliau adalah lurah dukun atau dukun yang tertinggi ilmunya di daerah tersebut. Lurah dukun untuk daerah Tengger berbeda sekali dengan dukun umum yang kebanyakan di Jawa, dukun daerah Tengger hanya berperan untuk menjaga kebudayaan Tengger dan melakukan upacara tradisional. Saya mewawancari dukun di desa Ranu Pani secara semi-formal dan mewawancarai tidak formal dengan orang-orang petani juga orang yang naik gunung Semeru. Beberapa masalah yang saya alami pada wawancara di daerah Tengger adalah kebanyakan penduduk di daerah Tengger saat ini bukan asli penduduk Tengger, jadi tidak banyak orang yang tahu tentang kepercayaan masyarakat mengenai gunung di daerah tersebut. 
Masyarakat Jawa hidup bersama alam yang memiliki gunung berapi paling aktif di dunia. Sepanjang sejarah masyarakat Jawa, mereka sering mengalami bencana seperti letusan gunung berapi, gempa, banjir dan gelombang air pasang. Menurut kosmologi Jawa bencana seperti di atas berhubungan dengan tindakan manusia, masyarakat Jawa tidak memisahkan diri dengan dunia manusia, alam dan gaib tetapi semua adalah satu. Maka kalau ada kejadian dalam dunia manusia, kejadian itu punya refleksi dalam dunia gaib (Magnis-Suseno, 1997, p.91). Gunung-gunung dalam kosmologi manusia Jawa berperan sangat penting. Untuk masyarakat Jawa gunung adalah penderma dan pengambil. Letusan gunung berapi bermanfaat sebagai pupuk untuk kesuburan tanah, yang juga untuk mata pencaharian rakyat tetapi akibat dari letusannya bisa menghancurkan desa-desa dan mengkorbankan ribuan jiwa. Menurut kosmologi masyarakat Jawa gunung-gunung sebagai perlabuhan dan rumah untuk mahluk halus. Dalam masyarakat Jawa gunung sebagai lambang untuk bisa ditemukan dalam banyak bentukan, misalnya dalam pertunjukan Wayang Kulit pada permulaan dan akhirnya ada Gunungan. Gunungan itu dalam ceritanya bisa berlambang gunung, rumahnya para dewa-dewa, hutan atau masalah besar untuk perannya (Sunardjo, 1997, p.4).


   Salah satu masalah pada penilitian saya semester ini, tentang ‘kepercayan manusia terhadap gunung berapi di Jawa’ adalah orang di setiap daerah masyarakat punya kepercayaan sendiri dan berbeda terhadap gunung setempat. Maka setiap daerah punya legenda, kosmologi, tempat-tempat angker dan kepercayaan terhadap gunung yang berbeda. Oleh karena itu saya hanya memfokuskan penelitian saya di dalam dua daerah bertuju mencari persamaan, perbedaan dan asalnya kepercayaan manusia di daerahnya. Saya memilih satu daerah orang beragama Hindu yaitu daerah Tengger dan satu daerah yang masyarakatnya  beragama Islam yaitu daerah Gunung Merapi. Pemeriksaan ke dalam kepercayaan manusia di Jawa tidak lengkap tanpa memikirkan tentang agama di Jawa. Bab ini bertuju untuk memberi pendahuluan yang singkat dan tidak lengkap ke dalam bidang agama dan kepercayaan umum mengenai gunung di Jawa. 
2.1 Agama di Jawa: 
   Dalam sejarah pulau Jawa ada tiga zaman pokok mengenai agama yaitu zaman prasejarah sampai abad 8, dimana zaman itu rakyat Jawa tinggal di dalam masyarakat kecil dan kepercayaan animisme. Kepercayan animisme termasuk kepercayan manusia mengenai mahluk halus dan roh leluhur yang mendiami bermacam-macam tempat. Zaman  kedua adalah zaman kerajaan Hindu-Budha. Pertama dengan kerajaan Mataram dari abad 8 sampai abad 10 yang terletak di Jawa Tengah, kerajaan Majapahit dari abad 13 sampai abad 16 yang terletak di Jawa Timur. Pada zaman itu kedua kerajaan tersebut masyarakatnya beragama Hindu serta agama Budha. Zaman yang ketiga adalah zaman Islam setelah abad 16 waktu kerajaan Majapahit turun. Kerajaan Islam yang dibentuk masih menyimpan banyak tradisi dari kerajaan Hindu-Budha tetapi memakai agama Islam. Karena tiga zaman agama tersebut, agama di Jawa saat ini berlapiskan tiga, yaitu kepercayaan animisme, agama Hindu-Budha dan agama Islam.


   Kebanyakan orang Jawa sekarang beragama Islam dan minoritas beragama lain. Walaupun mayoritas orang beragama Islam, agama Islam yang dilakukan di Jawa punya perbedaan dari agama Islam yang dilakukan di daerah Timur Tengah. Agama Islam di Jawa dicampurkan dengan kepercayaan manusia lain yang asli Jawa, yaitu kepercayaan animisme dan kepercayaan dari kerajaan Hindu-Budha. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cliford Geertz, masyarakat Islam Jawa bisa dipisahkan ke dalam tiga kelompok, yaitu Santri, Priyayi dan Abangan. Orang Santri digambarkan sebagai orang yang melakukan agama Isalm secara ortodoks dan adalah orang rajin dengan ritual-ritual agamanya.Orang Priyayi digambarkan sebagai orang yang masih punya kepercayaan dari kerajaan Hindu-Budha dan kepercayaan ini dicampurkan sama agama Islam. Orang Abangan digambarkan sebagai orang walaupun masih orang beragama Islam, agamanya dicampurkan sama kepercayaan animisme. Sejak Clifford Geertz menerbitkan buku ‘The Religion of Java’ dia menerima banyak kecaman dari ahli anthropologi yang lain, kalau teori Geertz benar atau tidak bahwa dari pengalaman saya kebanyakan orang di Jawa kalau beragama Islam, Kristen atau yang lain, mereka masih punya kepercayaan asli Jawa. Istilah ‘kejawen’ menyerahkan kepada orang Islam-Jawa yang masih ikut adat asli Jawa yang tidak ada dalam agama Islam secara ortodoks (Hefner, 1989, p.4). Kebanyakan kepercayaan masyarakat Jawa terhadap gunung asli dari kepercayaan animisme dan agama Hindu-Budha.
2.2 Kepercayaan Animisme Asli Jawa: 
Asalnya kepercayaan animisme adalah dari zaman prasejarah dan bagian kepercayan ini masih hidup sampai sekarang. Penganut animisme adalah orang yang percaya bahwa tempat-tempat atau obyek punya kepercayaan sendiri, misalnya orang yang percaya dengan mahluk halus, roh leluhur dan hantu  yang mendiami macam-macam tempat. Dalam penelitian yang  dilakukan oleh Lucas Triyoga di daerah Gunung Merapi, dia menggolongkan mahluk halus ke dalam tiga jenis, yaitu Roh Leluhur, Dhanhyang dan Lelembut. Peggolongan tersebut adalah seperti yang berikut; 
1. Roh Leluhur: Roh Leluhur adalah roh semua orang  yang sudah meninggal dunia. Orang percaya bahwa waktu manusia meninggal dunia, jiwanya akan melayang-layang di atas rumahnya selama empat puluh hari. Setelah itu jiwanya akan mendiami sesuatu tempat menurut kepercayaan orangnya. Biasanya orang percaya bahwa roh leluhur bersifat baik dan akan menjaga anak cucunya. 
2. Dhanhyang: Dhanhyang adalah mahluk halus yang tertinggi dan biasanya mendiami tempat seperti gunung, sumber mata air, sungai, desa, mata angin atau bukit. Mahluk halus ini bersifat baik dan suka menolong manusia. 
3. Lelembut: Lelembut adalah jenisnya mahluk halus terendah. Fungsi mahluk halus ini adalah menggangu, merusak, membuat sakit dan mematikan manusia.  Biasanya Lelembut mendiami tempat sepi, hutan,  pohon dan batu. Ada banyak jenis Lelembut, yaitu Banaspati, Jin, Wewe, Gendruwoo, Peri, Jrangkong, Wedon, Buta, Thethekan dan Gundhul Pringis (Triyoga, 1991, pp.54-61).
2.3 Kepercayaan Agama Hindu-Budha: 
   Asalnya agama Hindu dan agama Budha adalah dari negara India dan agama tersebut datang ke pulau Jawa sebelum abad 8. Pada abad 8 kerajaan mataram  pertama muncul sampai abad 10, kemudian pada abad 13 sampai abad 16 ada kerajaan Majapahit. Kedua kerajaan tersebut beragama Hindu-Budha. Agamanya adalah gabungan diantara agama Hindu, terutama terhadap dewa Siva,  agama Budha dan dicampurkan dengan kepercayaan animisme. Rakyat kerajaan tersebut percaya bahwa rajanya adalah inkarnasi dewa Siva yang menurut kosmologi mereka rajanya berbentuk tengah alam semesta. Kosmologi agama Hindu termasuk lima dewa, empat dewanya menurut mata angin dan Siva sebagai tengah. Dari dewa Siva di tengah ada Iswara ke timur, Brama ke selatan, Mahadewa ke barat dan Visnu ke utara (Hefner, 1989, p.69) (melihat diagram 2.1). Selanjutnya karena dunia manusia berhubungan dengan dunia alam dan gaib, pada waktu kerajaan Hindu-Budha kalau ada bencana seperti letusan gunung berapi, banjir dan sebagainya, bencana itu akan mengkurangkan kekuatan rajanya (Magnis-Suseno, 1997, p.103).


   Lingkungan geografis pulau Jawa memang cocok dengan lambang agama Hindu. Dalam agama Hindu ada kepercayaan tentang Gunung Meru, Gunung Meru dianggap sebagai rumah para dewa-dewa Hindu dan sebagai hubungan diantara bumi (manusia) dan Kayangan. Kalau manusia ingin mendengar suara dewa mereka harus semedi di puncak Gunung Meru. Di Jawa sekarang percaya terhadap gunung yang menganggap gunung sebagai tempat didiami oleh dewa-dewa atau mahluk halus. Selanjutnya daerah bergunung-gunung masih dipakai oleh manusia Jawa sebagai tempat semedi untuk mendengar suara gaib.
http://dagadujogja.multiply.comsumber :