Friday, 29 May 2015
Konspirasi AS Zionis dan Konflik Papua
Konspirasi AS Zionis dan Konflik Papua Merdeka, Santer di dunia teori Konspirasi Kalau Di Papua itu sudah sangat lama terjadi konspirasi elit duni internasional. Dibalik indahnya iming iming kemerdekaan papua tersimpan banyak niat busuk Penggerogotan negeri dan sumber daya alam itu.
Konflik Papua ini sudah terjadi sejak jaman dulu di tahun 1967 pada awal berdirinya Pertambangan Freeport. Sudah Banyak sekali Kerusuhan Dan Protes tentang papua ini namun di rezim sebelumnya semuanya terkesan di biarkan saja tanpa Ada tangapan serius dari pemerintah.
Indikasi Konspirasi tersebut semakin kuat tercium berdasarkan beberapa bukti yang ada,terutama saat terjadi penembakan di Nafri,jalur Koja-Adipura,kerusuhan Puncak jaya ini ternyata di eropa ada pertemuan International Lowers West Papua(ILWP)di Oxford University,London.Didalam seminar itu di bicarakan mengenai konflik Papua,diantaranya bertajuk"Teh Road Freedom Of West Papua".
Ketika sudah sebulan terjadi pemogokan ribuan karyawan Freeport ,serta ketika sedang berlangsung perundingan antara pihak managemen Freeport dan para wakil karyawan untuk mengentastaskan konflik tersebut justeru terjadi kekacauan yang mengakibatkan korban jiwa
Kemudian bersamaan pemogakan ribuan karyawan Freeport juga diadakan Kongres Rakyat Papua yang ke 3 di lapangan sepak bola Zakeus ,di kampus Sekolah Tinggi Teologi Tunas Harapan(STTTH)yang di hadiri sekitar 2000 peserta dari berbagai unsur masyarakat warga Papua. Anehnya pada saat pembukaan Kongres rakyat Papua ke 3 itu tidak ada tindakan-tindakan apapun dari aparat keamanan,meskipun dalam acara pembukaan yang relatif meriah itu justeru dikibarkan bendera bintang kejora dan juga bendera Zionis Israel.
Padahal hal ini sudah cukup alasan bagi aparat keamanan untuk membubarkannya karena sudah bisa dianggap"makar", sebagaimana terjadi sebelumnya juga pengibaran bendera bintang kejora itu segera di hentikan oleh aparat keamanan.Tetapi hal itu tidak dilakukan ,ada apa sebenarnya di balik itu semua ?
Pengibaran bendera bintang kejora (bintang Fajar) dibiarkan saja,juga keberadaan bendera Zionis Israel dalam acara pembukaan Kongres Rakyat Papua ke 3 itu juga perlu di pertanyakan apakah mereka mendapat dukungan dari Zionis Israel atau memang agen-agen Yahudi ikut bermain di Papua
Hal ini semakin kuat mengindikasikan Kalau konflik Papua ini kental sekali dengan okonspirasi kapitalis dan Zionis Untuk Mengembil sesuatu Yang berharga dengan iming iming kemerdekaan
---------------------------------------------------------------------
Papua Merdeka Kini Punya Kantor di Inggris
Inggris kembali membuka jalan bagi berkembangnya gerakan Papua Merdeka untuk menyuarakan keinginannya memisahkan diri dari Indonesia. Itu ditandai dengan dibukanya kantor perwakilan resmi mereka di Oxford, Inggris.
Bahkan, pembukaan kantor itu direstui langsung oleh Walikota Oxford, Mohammed Abbasi dan anggota parlemen Andrew Smith serta mantan walikota Oxford, Elise Benjamin.
Keberpihakan Smith tersebut merupakan yang kesekian kalinya ditunjukkan kepada publik terhadap Papua Merdeka. Smith adalah pendiri sekaligus ketua forum Anggota Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP).
Kantor di Oxford tersebut, sebagaimana dirilis freewestpapua.org, diresmikan pada 28 April 2013 lalu. Disebutkan, keberadaan kantor itu akan semakin memperkuat upaya kampanye kemerdekaan Papua. Sebab, dengan adanya kantor berarti akan bertambah pula staf yang bekerja di sana.
Dari kantor inilah, mereka akan mengkoordinasikan gerakan dengan kantor pusat mereka di Port Moresby, Papua Nugini.
Dalam peresmian tersebut, Andrew Smith menyatakan komitmennya untuk mendukung gerakan Papua Merdeka. Walikota Oxford juagmenyatakan hal serupa saat menggunting pita.
Peresmian juga dihadiri oleh perwakilan dari Papua, Jennifer Robinson and Charles Foster dari International Lawyers for West Papua (ILWP), mahasiswa Oxford University, serta pendukung Papua Merdeka yang ada di Inggris dan Belanda.
------------------------------------------------------------------
Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus beraksi dalam beberapa bulan terakhir di Papua. Aparat keamanan dan kepolisian jadi sasaran, termasuk warga sipil. Sudah banyak korban yang tewas karenanya, termasuk tentara dan polisi. Tapi sikap aparat keamanan sepertinya biasa-biasa saja. Tidak ada Densus 88 yang diturunkan untuk mengejar orang-orang yang jelas-jelas menebar teror tersebut. Apakah karena OPM ini diback-up asing, ataukah karena mereka Kristen? Mengapa mereka tak pernah disebut teroris? Wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo membincangkannya dengan Ketua Lajnah Faaliyah DPP HTI M Rahmat Kurnia. Berikut petikannya.
A: Telah terjadi penembakan terhadap delapan TNI dan empat warga oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bagaimana tanggapan Anda terkait hal ini?
B: Kejadian ini menunjukkan bahwa OPM semakin berani melakukan tindak kekerasan, bukan hanya terhadap tentara melainkan juga terhadap warga. Sudah terjadi tindakan teror di sana. Apalagi, aksi teror tersebut jelas-jelas ditujukan untuk separatisme, memisahkan Papua dari negeri Muslim Indonesia. Pengibaran bendera bintang Kejora yang mencerminkan separatisme terus terjadi.
Tindakan teror ini terus berlangsung dari tahun ke tahun. Sayangnya, pemerintah seakan gagap dan gagu menghadapi persoalan ini.
A: Apakah Anda melihat adanya standar ganda pemerintah dalam penanganan antara orang Islam yang diduga teroris dengan OPM?
B: Ya. Jelas sekali.
A: Indikasinya?
B: Coba lihat, ketika terjadi peristiwa tindak kekerasan terhadap kepolisian di Cirebon, langsung saja diumumkan bahwa pelakunya adalah teroris. Padahal, penyelidikan belum dilakukan dan pengakuan dari pihak pelaku pun tidak ada. Respon sangat cepat.
Berbeda dengan itu, penembakan terhadap 8 TNI dan 4 warga di Papua langsung diakui oleh OPM bahwa merekalah yang bertanggung jawab terhadap penembakan tersebut. Namun, sekali pun demikian, pemerintah tidak mencapnya sebagai teroris. Menkopolhukam hanya menyebutnya sebagai 'sabotase berbahaya'.
Bahkan, Kepala BIN justru menyerukan dialog dengan mereka. Saya percaya, andai saja hal serupa dilakukan oleh orang Islam tentu tuduhan teroris itu akan serta merta diserukan.
A: Bukti lainnya?
B: Ketika ada tindak kekerasan yang dilakukan orang Islam, langsung saja diterjunkan Densus 88. Tapi, mengapa tindak kekerasan yang dilakukan OPM di Papua tidak ditangani oleh Densus 88? Kejadian di Bima baru-baru ini, langsung dituduh dilakukan oleh terduga teroris. Enam orang langsung dibunuh. Bahkan, satu orang yang Densus 88 sendiri tidak mengetahui identitasnya mereka bunuh pula.
Sementara, penembakan di Papua yang benar-benar pelakunya sudah jelas justru dibiarkan saja. Ketika ada kelompok Islam yang menyerukan syariah dan pemerintahan Islam dituduh teroris yang membahayakan NKRI, tapi OPM yang jelas-jelas menggunakan senjata untuk mendirikan negara sendiri mengapa tidak disebut teroris?
Mengapa mereka tidak disebut membahayakan NKRI? Mengapa pula tokoh dan organisasi yang selama ini berteriak 'NKRI final' tapi diam seribu bahasa menghadapi tindak kekerasan dan separatisme OPM di Papua?
A: Mengapa OPM tidak dicap teroris oleh pemerintah?
B: Hal ini terjadi karena pemerintah menari di atas genderang negara kafir penjajah pimpinan AS. Amerika telah mendefinisikan dengan jelas apa itu teroris sebagaimana ungkapan Bush: 'Either you are with us or with terrorists'. Jadi, OPM tidak dicap teroris karena tindakan OPM sesuai dengan kepentingan AS. Pemerintah pun menjadi lembek.
A: Tapi Presiden SBY pada Juni 2012 pernah mengatakan masalah Papua harus dituntaskan. Tidak boleh ada satu orang pun korban jiwa dan tidak bisa dibiarkan harus dilakukan dan diberikan sanksi siapa yang melakukan kekerasan. Hukum harus ditegakkan, ...
B: Tapi ucapan itu tak ada buktinya.
A: Mengapa bisa muncul OPM yang kerap menebar teror?
B: Ada beberapa penyebabnya. Pertama, sebagaimana daerah lain, pemerintah belum berhasil menyejahterakan rakyat Papua. Tingkat kemiskinan di daerah Papua sampai akhir tahun 2012 sebesar 31,11 persen. Pemerintah menyerahkan kekayaan alam Papua kepada AS melalui Freeport sementara kemiskinan di Papua tetap menganga.
Kedua, OPM didukung oleh LSM asing dan lokal. Mereka selalu mengangkat persoalan Papua dan menyudutkan pemerintah dengan isu pelanggaran HAM. Dalam kasus penembakan anggota TNI dan warga pun, mereka membela OPM.
Ketiga, lembaga internasional mendukung mereka baik dana maupun kebijakan. Kita masih ingat, pada tahun 2012 Amnesti Internasional menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat untuk sekelompok aktivis OPM, memprotes ketidakadilan dan pelanggaran HAM, mendesak pemerintah Indonesia mencabut peraturan pemerintah No 77/2007 melarang logo atau bendera daerah, digunakan organisasi separatis.
Keempat, beberapa anggota Senat AS secara terbuka mendukung separatisme Papua yang dilakukan OPM. Di London ada organisasi mendukung OPM.
A: Itu semua membuat OPM ngelunjak?
B: Jadi, OPM merasa mendapatkan dukungan dari LSM komprador di dalam negeri dan negara besar di luar negeri. Pada sisi lain, terkesan ada tindakan pembiaran oleh pemerintah. Tidak mengherankan OPM makin berani.
A: Bagaimana peran gereja dan Pastur dalam upaya disintegrasi Papua dari Indonesia?
B: Saya percaya ungkapan Fadzlan Garamatan, seorang tokoh muda Papua. Beliau menyampaikan (22/02/2013): "Bukan rahasia lagi, kelompok misionaris telah membantu teroris (OPM) di pedalaman Papua. Mereka masuk dengan dalih menyebarkan agama Nasrani, tetapi sesungguhnya membawa kepentingan asing".
Pada awal Maret 2012, Pendeta Dr. SAE. Nababan yang menyebut diri sebagai Presiden Dewan Gereja se-Dunia (DGD), mengatakan DGD sejak awal terus mengikuti perkembangan di tanah Papua, dan Komite Eksekutif DGD telah mengeluarkan statemen tentang masalah Papua untuk diangkat dalam agenda internasional.
Kita juga ingat, sebuah dokumen rahasia yang dibuat Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat bocor ke media Australia dan dimuat di kelompok surat kabar Fairfax (13/8/2011).
Dalam dokumen yang berjudul "Anatomi Separatisme Papua" itu menyebut dengan detail tokoh-tokoh kunci gerakan separatis tersebut dan berbagai tokoh dari luar negeri yang menjadi simpatisan gerakan Papua merdeka ini.
Di antaranya adalah Senator AS dari Partai Demokrat, Dianne Feinstein; anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh, Andrew Smith; mantan Perdana Menteri Papua Nugini, Michael Somare; Uskup Agung Desmond Tutu.
A: Solusi apa yang Anda tawarkan terkait masalah ini?
B: Pertama, lakukan pendekatan kesejahteraan. Rakyat Papua perlu disejahterakan. Kekayaan Papua harusnya dapat dinikmati oleh mereka. Faktanya, sekarang dinikmati oleh AS.
Kedua, lakukan penyadaran pada masyarakat Papua bahwa pemisahan diri (disintegrasi) bukanlah solusi. Sebab, ketika pemisahan diri terjadi maka AS akan tetap mencengkeram Papua dan rakyat di sana pun tetap akan miskin. Ingatlah, AS itu penjajah. Itulah yang terjadi di Timor Timur.
Ketiga, tindak keras gerakan OPM.
Keempat, ubah negara menjadi negara yang tidak menjadi tangan kanan asing; negara yang menjaga kesatuan, persatuan, dan menjamin kesejahteraan. Itulah khilafah. Jadi, khilafah akan menjadi solusi bagi Papua
sumber
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
It's about the politics
ReplyDelete