27 Agustus 1883, 130 tahun yang lalu, sebuah ledakan dahsyat terjadi di Selat Sunda antara Pulau Jawa dan Sumatera. Gunung Krakatau meletus, membuat seluruh dunia terbelalak. Awan panas dan tsunami akibat letusan Krakatau menyebabkan 36 ribu orang tewas.
Letusan mahadahsyat itu meluluhlantakkan kawasan pantai Barat Jawa terutama karena gelombang tsunami sangat tinggi. Amukan tsunami juga merusakkan kawasan pantai di Kalianda maupun Teluk Betung, Bandarlampung. Menarik juga menengok apa yang terjadi di Batavia (Jakarta) saat letusan besar itu terjadi. Batavia, saat itu sudah menjadi pusat kekuasaan penjajah Belanda.
Menurut Simon Winchester dalam buku terkenalnya, Krakatoa, The Day The World Explode, yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, situasi mencekam juga terjadi di Jakarta. Batavia berjarak 133 km dari pusat letusan jika ditarik garis lurus. Pada saat letusan itu, Hari Senin 27 Agustus 1883, ombak tinggi juga sampai ke Batavia. Ombak datang pukul 12.36 atau 2,5 jam setelah letusan.
Ombak tinggi juga masuk ke kanal-kanal air Batavia yang saat itu tertata rapi. Pedagang dan penduduk setempat berlarian menyelamatkan diri. Yang mengherankan, hari itu cuaca sangat dingin. Langit setengah gelap dan muram meskipun siang hari. Wajar karena langit Batavia tertutup jutaan ton debu letusan Krakatau. Udara penuh dengan abu yang menyusup ke rambut, mata dan gigi setiap orang. Trem-trem penuh dengan orang yang berangkat kerja. Kereta kuda memenuhi alun-alun raksasa sekarang Monas. Semua orang memperbincangkan musibah besar yang baru terjadi.
Dilaporkan, ombak tsunami di Batavia saat itu mencapai ketinggian sekitar 2 meter menyapu garis pantai. Beberapa saat kemudian, permukaan laut anjlok sekitar tiga meter dari normal kemudian naik lagi dengan tajam. Baru pada pukul 17.05 riak dan ombak tinggi menghilang. Selasa keesokan harinya, atau 28 Agustus persis 130 tahun lalu, air menjadi tenang. Korban dilaporkan berjatuhan terutama di kawasan pantai meski tidak ada data resmi.
Satu catatan di Batavia yang masih disimpan sebagai sejarah penting letusan adalah tekanan udara tak kasat mata yang mempengaruhi meteran gas di pabrik gas Batavia. Catatan pada meteran itu sampai sekarang masih digunakan para ilmuwan untuk mempelajari letusan itu.
Meteran gas itu memberikan catatan akurat menit demi menit tentang gelombang tekanan udara besar-besaran yang dipancarkan Krakatau saat meledak. Ledakan yang paling besar tercatat terjadi pada pukul 10.02. Ledakan itu mengakibatkan lonjakan merkuri lebih dari dua setengah inci, suatu kondisi yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Pada pukul 17.00 suasana gelap pekat melanda ibu kota. Pada waktu itu butiran-butiran besar batu apung berjatuhan. Keadaan begitu mencekam hingga pagi datang keesokan harinya ketika situasi tidak segenting hari letusan. Itulah sekilas suasana Batavia saat hari bersejarah itu. Letusan Krakatau dan gelombang tsunami menghancurkan 165 desa sementara 36.147 dilaporkan tewas dan ribuan lain luka-luka.
Sumber
No comments:
Post a Comment