Wednesday 12 June 2013

Sejarah Piala Konfederasi dan Foto Para pemenang dan momen terbaik dalam sejarah Piala Konfederasi

Sejak diperkenalkan pada 1992, Piala Konfederasi telah tumbuh menjadi turnamen penting dalam kalender sepak bola internasional serta ajang penting untuk memanaskan diri sebelum Piala Dunia.

Turnamen ini dimulai dengan nama Piala Raja Fahd, sebuah turnamen yang diikuti hanya empat tim dan diselenggarakan secara eksklusif di Arab Saudi pada 1992, namun kemudian mengalami beberapa perubahan. Setelah FIFA mengambil alih penyelenggaraan pada 1997, jumlah peserta ditambah menjadi delapan, kompetisi dijadwal ulang menjadi empat tahunan - 12 bulan sebelum Piala Dunia - dan tuan rumah turnamen diberikan kepada negara yang akan menyelenggarakan Piala Dunia berikutnya.

Peserta turnamen tersebut adalah juara dunia, enam juara di masing-masing konfederasi FIFA (UEFA, CONMEBOL, CONCACAF, CAF, AFC, dan OFC) dan tuan rumah. Tujuan utama Piala Konfederasi adalah menjadi turnamen interkontinental sekaligus memberi kesempatan kepada tuan rumah untuk menguji apakah mereka sudah siap menjadi penyelenggara Piala Dunia pada tahun berikutnya.

Dalam sejarahnya yang masih pendek, turnamen ini telah disemarakkan oleh para pemain hebat dan menghasilkan momen-momen yang tak terlupakan. Jadi, dengan akan bergulirnya Piala Konfederasi 2013 di Brasil, 15-30 Juni, MSN melihat kembali sejarah turnamen sejauh ini.

1992: Argentina menjadi juara yang pertama


Tuan rumah: Arab Saudi

Juara: Argentina

Kombinasi pemain muda dan veteran yang paten membawa Argentina menjuarai turnamen perdana di Arab Saudi.

Los Albicelestes tiba dengan status sebagai favorit juara, walau pemain bintang dan kapten tim pemenang Piala Dunia, Diego Maradona, absen. Manajer Alfio Basile bisa memilih pemain-pemain muda berbakat seperti Gabriel Batistuta (foto atas), Fernando Redondo dan Diego Simone, begitu juga pemain veteran yang masih bertaji seperti Claudio Caniggia.

Argentina menundukkan Pantai Gading 4-0 di semifinal - Batistuta mencetak dua gol dalam 10 menit awal - sebelum kemudian menghadapi tim tuan rumah di depan 75.000 penonton yang memadati stadion King Fahd II, Riyadh.

Berkat gol-gol dari Leonardo Rodriguez, Caniggia dan Simeone, mereka menang 3-1 untuk menjadi pemenang Piala Konfederasi edisi perdana.

1995: Setelah menaklukkan Eropa, Denmark kembali berjaya


Tuan rumah: Arab Saudi

Juara: Denmark

Sang trofi diangkat oleh wakil dari Eropa untuk pertamakalinya pada Piala Konfederasi 1995, setelah juara bertahan Piala Eropa Denmark melucuti mahkota Argentina dalam turnamen yang menggunakan nama Piala Raja Fahd untuk terakhirkalinya.

Dengan jumlah peserta meningkat menjadi enam, Denmark – yang ditopang bakat hebat adik kakak Brian dan Michael Laudrup – mengalahkan tuan rumah 2-0 pada laga pembuka, sebelum kemudian menyingkirkan Meksiko melalui adu penalti di semifinal.

Di final, Denmark bertemu juara bertahan Argentina, yang diperkuat pemain-pemain ternama seperti Javier Zanetti, Ariel Ortega dan Gabriel Batistuta. Akan tetapi ketiga pemain itu gagal tampil hebat dan Denmark mendominasi permainan. Penalti Michael Laudrup membawa mereka unggul dan kemudian Peter Rasmussen mencetak gol yang memastikan kemenangan.

1997: Samba 'dream team'


Tuan rumah: Arab Saudi

Juara: Brazil

Datang ke Arab Saudi membawa tim yang disebut-sebut sebagai yang paling hebat dalam sejarah turnamen – dengan pemain seperti Cafú, Roberto Carlos, Dunga, Denilson, Rivaldo, Ronaldo dan Romario – Brazil menari menuju gelar Piala Konfederasi pertama mereka pada 1997.

FIFA mengambil alih penyelenggaraan turnamen dan jumlah peserta ditambah menjadi delapan tim, yang dibagi menjadi dua grup. Brazil tak terkalahkan sepanjang turnamen, dengan hasil terburuk imbang tanpa gol melawan Australia di Grup A. Namun hasil itu tidak terulang ketika mereka kembali bertemu pada final sepekan kemudian.

Dalam laga final yang paling tidak imbang dalam sejarah turnamen, Brasil mencetak enam gol tanpa balas ke gawang the Socceroos. Ronaldo dan Romario masing-masing mencetak hat-trick dan memastikan generasi terbaik Brasil itu berhasil membawa pulang piala.

1999: keuntungan tuan rumah Meksiko


Tuan rumah: Meksiko

Juara: Meksiko

Pada 1999, Meksiko menjadi negara pertama yang merebut Piala Konfederasi di kandang sendiri, menyingkirkan juara bertahan Brasil di final.

Setelah memuncaki Grup A, tuan rumah merebut tiket ke final melalui kemenangan tipis 1-0 atas musuh bebuyutan Amerika Serikat di semifinal. Kiper Amerika Kasey Keller melakukan serangkaian penyalamatan gemilang untuk membawa pertandingan ke babak perpanjangan waktu, tetapi ia tidak bisa menahan Cuauhtémoc Blanco (foto, depan) mencetak gol emas yang menentukan kemenangan Meksiko.

Pada final, 110.000 fans memenuhi Stadion Azteca saat the Tricolor menang 4-3 atas Brasil, berkat dua gol Miguel Zepeda, serta masing-masing satu gol dari José Manuel Abundis dan Blanco.

2001: Les Blues mendominasi di Asia Timur


Tuan rumah: Korea Selatan dan Jepang

Juara: Prancis

Juara dunia dan Eropa Prancis meneruskan kejayaan mereka pada 2001 dengan merebut Piala Konfederasi di Asia Timur. Gol di babak kedua dari Patrick Viera cukup untuk menundukkan tuan rumah Jepang pada final.

Meskipun tanpa superstar dan Pemain Terbaik Dunia 2000 Zinedine Zidane, Prancis masih terlalu tangguh. Korsel dan juara bertahan Meksiko ditundukkan masing-masing 5-0 dan 4-0 pada fase grup oleh pasukan Roger Lemerre.

Ujian sesungguhnya untuk mereka hanya terjadi di semifinal. Saat menghadapi Brasil dalam sebuah ulangan laga final Piala Dunia 1998, gol-gol dari Robert Pirès – yang kemudian merebut sepatu dan bola emas – serta kapten Marcel Desailly cukup untuk menyingkirkan musuh lama itu dan melangkah ke final untuk kemudian membawa pulang trofi.

2003: Prancis menang dalam suasana tragis


Tuan rumah: Prancis

Juara: Prancis

Gol emas Thierry Henry pada menit ke-97 (foto atas) memberi Prancis kemenangan atas Kamerun pada final 2003 di Stade de France, Paris. Kemenangan tersebut memberi Les Bleus Piala Konfederasi mereka yang kedua beruntun, dan memberi sedikit kebahagiaan untuk tim yang tersingkir dari Piala Dunia 2002 tanpa kemenangan dan gagal mencetak gol.

Tragisnya, turnamen tersebut akan selalu dikenang karena tewasnya pemain Kamerun Marc-Vivian Foe, yang jatuh pingsan dan meninggal dalam laga semifinal melawan Kolombia. Ia kemudian dinyatakan memiliki kelainan jantung turunan, hypertrophic cardiomyopathy, yang bisa menyebabkan kematian mendadak saat berolahraga. Pemain tengah itu kemudian diberi penghargaan Bola Perunggu sebagai pemain terbaik ketiga dalam turnamen.

2005: piala kedua untuk Brasil


Tuan rumah: Jerman

Juara: Brasil

Brasil merebut Piala Konfederasi pertama dalam delapan tahun melalui kemenangan 4-1 atas musuh bebuyutan mereka di Amerika Selatan, Argentina, pada final 2005 di Waldstadion, Frankfurt.

Argentina lolos ke final setelah menang adu penalti atas meksiko di semifinal, sementara Brasil menyingkirkan tuan rumah Jerman 3-2.

Di final, striker Adriano membuka skor setelah 11 menit, sebelum kemudian Kaka (foto, kanan) mencetak gol kedua lima menit kemudian.

Ronaldinho (foto, tengah), yang lima bulan kemudian didapuk menjadi Pemain Terbaik Dunia, menambah gol ketiga Brasil di menit ke-48.

Adriano – pemenang bola dan sepatu emas turnamen itu – mencetak gol keduanya dan keempat untuk Brasil, sebelum kemudian Pablo Aimar mencetak gol pelipur lara untuk Argentina.

2009: Brasil cetak hat-trick


Tuan rumah: Afrika Selatan 

Juara: Brasil

Di Afrika Selatan 2009, Brasil bangkit dari ketinggalan dua gol untuk menundukkan Amerika Serikat di final dan mengangkat Piala Konfederasi untuk ketigakalinya dalam sejarah.

Di depan 52.591 penonton di Stadion Ellis Park, Johannesburg, Clint Dempsey dan Landon Donavon membawa AS secara mengejutkan memimpin 2-0 pada 30 menit awal babak pertama.

Akan tetapi, dua gol pada babak kedua dari pemain Brasil Luis Fabiano (foto, tengah) menyeimbangkan kedudukan, sebelum sebuah sundulan di menit ke-84 dari bek Lucio memastikan kemenangan untuk Selecao.

Itu hasil yang pantas untuk Brasil, yang melalui fase grup dengan tiga kemenangan, termasuk 3-0 atas juara dunia Italia, sebelum kemudian menyudahi tuan rumah Afsel 1-0 di semifinal.

Namun bukan berarti AS tidak layak main di final; Pasukan Bob Bradley mencetak hasil paling mengejutkan di turnamen itu pada laga semifinal, saat mereka menundukkan Spanyol 2-0 dan membuat juara Eropa itu menelan kekalahan pertama dalam 38 pertandingan.

2013: turnamen paling ketat?


Pada 2013, Spanyol jelas difavoritkan untuk menjuarai Piala Konfederasi, menyusul periode empat tahun yang mengagumkan dengan merebut Piala Dunia (2010) dan dua Piala Eropa (2008, 2012). Satu lagi trofi internasional akan semakin memperkuat klaim bahwa skuad La Rojaini, yang diperkuat pemain bintang seperti Andrés Iniesta (foto, kiri), adalah tim terbaik sepanjang masa.

Brasil, sang tuan rumah, juga merasa optimistis. Pengalaman menjuarai turnamen itu tiga kali dikombinasikan dengan bakat dari Oscar, Hulk dan pemain yang baru saja bergabung dengan Barcelona, Neymar (foto, tengah) – belum lagi dukungan ribuan fans fanatik di kandang sendiri – akan membuat mereka sulit ditaklukkan.

Tim lain seperti Uruguay tidak boleh dikesampingkan juga. Juara Copa America 2011 dan peringkat keempat Piala Dunia 2010 bisa jadi mematikan, terutama jika trio penyerang Edinson Cavani, Luis Suarez (foto, kanan) dan Diego Forlán berada dalam kondisi terbaik dan mampu menyarangkan banyak gol.

No comments:

Post a Comment