WASHINGTON, KOMPAS.com — Booming jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter, membawa masalah baru dalam hubungan antara industri dan pekerja di Amerika Serikat. Dewan Nasional Hubungan Perburuhan AS sejak 2009 telah menyelidiki 129 kasus yang melibatkan pekerja, media sosial, dan perusahaan.
"Penggunaan Facebook dan situs media sosial lain yang tinggi telah meningkatkan sengketa antara karyawan dan perusahaan di seluruh negeri," kata Nancy Clealand, Juru Bicara Dewan Perburuhan Nasional.
Tak hanya pemecatan, celotehan karyawan di jejaring sosial juga bisa membawa mereka ke meja hijau. "Kasus terbanyak terjadi pada tahun ini," kata Michael Eastman, Direktur Eksekutif Kebijakan Hukum dan Perburuhan Kamar Dagang dan Industri AS.
Kasus ini membawa perpecahan di tubuh Dewan Perburuhan Nasional. Di satu sisi, ada anggota yang menyetujui pemecatan bagi pekerja yang serampangan mengeluh serta menghina pekerjaan dan bos mereka. Namun, di sisi lain, pemerintah dan anggota yang lain berpendapat pekerja memiliki hak untuk berbicara tentang kondisi perusahaan.
"Perusahaan tidak bisa mengendalikan sepenuhnya apa yang pekerja tulis di situs jejaring sosial," kata Eastman. Apalagi, Undang-Undang Hubungan Perburuhan AS tahun 1935 memungkinkan karyawan mendiskusikan kondisi kerja yang mereka hadapi.
Komentar-komentar dalam jejaring sosial dianggap sebagai salah satu bentuk diskusi onlinedengan rekan sekerja. Karena itu, kebijakan perusahaan untuk membatasi diskusi sama saja dengan mengganggu hak pekerja.
Dewan Perburuhan Nasional AS menerima banyak keluhan setelah Oktober lalu memutuskan American Medical Response of Connecticut Inc bersalah. Perusahaan dinyatakan bersalah setelah memecat seorang pekerjanya gara-gara mengkritik supervisor. (Kontan/Uji Agung Santosa)